Berdasarkan Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003, Pasal 100, ayat 1 disebutkan bahwa, untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya, pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan.

Berdasarkan Undang-Undang tersebut, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) berkolaborasi dengan Kementerian Ketenegakerjaan (Kemenaker) serta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) selenggarakan talkshow tentang sosialisasi program kerja masing-masing Badan dan Instansi yang terkait dengan tema talkshow “Pekerja Produktif, Pekerja Bahagia dengan Fasilitas Kesejahteraan Pekerja”.

Acara yang diinisiasi oleh Kemenaker dan BKKBN Provinsi Jawa Barat ini dilaksanakan secara daring dan luring selama dua hari (29/2-1/3), di Hotel Grand Tebu, Bandung dan diikuti oleh lebih dari 100 peserta dari kelompok pekerja/buruh baik swasta atau pemerintah yang berasal dari Provinsi Jawa Barat.

Hadir sebagai Narasumber diantaranya yaitu Rio Sanggau, selaku Direktur Kepesertaan BP Tapera; Zamhir Setiawan, selaku Direktur Bina Akses Pelayanan KB BKKBN dan Dinar Titus Jogaswitani, selaku Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan Kemenaker.

Acara dibuka secara resmi oleh H. Dodo Suhendar selaku Plh. Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat, yang disaksikan oleh Kepala Dinas Ketenagakerajaan dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat, Teppy Wawan Dharmawan sekaligus ketua panitia penyelengagara acara talkshow ini.

Dalam sambutannya Dodo Suhendar menyebutkan bahwa kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya merupakan salah satu amanat dalam undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, tentang peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh melalui fasilitas kesejahteraan yang disediakan oleh Perusahaan sebagaimana bunyi ayat 1.

“Namun demikian penyediaan fasilitas kesejahteraan dimaksud tentu dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pekerja/buruh dengan memperhatikan ukuran kemampuan perusahaan tersebut, hal ini mengacu pada pasal 100 ayat 2,” Ungkapnya.

Berdasarkan pasal tersebut, penyediaan fasilitas kesejahteraan dapat dilakukan baik dalam bentuk materiel maupun immateriel, antara lain berupa pelayanan keluarga berencana, tempat penitipan anak, perumahan, fasilitas ibadah, fasilitas olahraga, fasilitas kantin, fasilitas kesehatan, dan fasilitas reksreasi serta penumbuhkembangan koperasi dan pengembangan usaha produktif di lingkungan perusahaan.

Adapun peran BP Tapera terkait dengan amanat Undang-Undang tersebut adalah dalam hal bantuan penyediaan hunian yang layak dan terjangkau bagi pekerja melalui program Rumah Tapera yang sesuai dengan tujuan dibentuknya BP Tapera oleh Pemerintah.

Berdasarkan UU No. 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat tujuan dibentuknya BP Tapera adalah untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau bagi peserta.

Berdasarkan UU No. 4 Tahun 2016 “Setiap Pekerja dan Pekerja Mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar Upah minimum wajib menjadi Peserta, sedangkan Pekerja Mandiri yang berpenghasilan dibawah Upah minimum dapat menjadi Peserta.” Ujar Rio menyampaikan dalam sesi talkshow.

Dengan dua produk yang dimiliki oleh BP Tapera yaitu #RumahTAPERA dan #TabunganRumahTAPERA, pekerja yang telah menjadi peserta dapat mendapatkan manfaat pembiayaan perumahan dan manfaat tabungan purna kerja.

“Manfaat pembiayaan perumahan yang dapat diterima oleh Peserta antara lain yaitu Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR) dan Kredit Renovasi Rumah (KRR) dan Peserta hanya dapat menggunakan salah satu darinya,” Ujar Direktur Kepersertaan BP Tapera menambahkan.

Saat ini Undang-Undang yang mengatur tentang pelaksanaan penghimpunan iuran bagi peserta atau masyarakat umum masih belum disahkan oleh Pemerintah. Namun demikian BP Tapera selama ini telah menyalurkan bantuan pembiayaan perumahan bagi masyarkat berpenghasilan rendah melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang menggunakan anggaran APBN.

Firman Desa, selaku Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Perovinsi Jawa Barat, berharap bahwa dalam rangka meningkatakan kesejahteraan pekerja/buruh seperti yang telah diatur oleh UU. No. 13 Tahun 2003 ini tidak dianggap sebagai beban bagi Perusahaan, namun pekerja/buruh merupakan modal dan aset yang bernilai bagi perusahaan.

“Jika pekerja atau buruh bisa produktif, tentu perusahaan juga akan menerima keuntungan, jadi semangat kita kedepannya adalah untuk mewujudkan tenaga kerja yang produktif, harmonis dan berkeadilan, sehingga menghasilkan hasil yang maksimal,” ujar Firman menutup kegiatan ini sebagai closing statement.