
Banda Aceh, 22 Mei 2025 — Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) menggelar sharing session yang membahas hasil kunjungan lapangan ke sejumlah perumahan subsidi di Kota Banda Aceh. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi dan meningkatkan kualitas layanan serta aturan dalam pelaksanaan program rumah subsidi, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Kegiatan tersebut dihadiri oleh Deputi Komisioner BP Tapera Bidang Pemupukan Dana Tapera, Doddy Bursman; Kepala Seksi KND IIA, Ashadi Nurcahyanto; Kasubdit II Dit. Kekayaan Negara Dipisahkan DJKN Kementerian Keuangan, Muhammad Nahdi; Kepala Seksi Investasi Pemda/BUMD II Dit. Sistem Manajemen Investasi DJPB Kementerian Keuangan, Fajar Mulyadiharto; serta Asisten II Walikota Banda Aceh yang mewakili Walikota, Fadhil.
Selain itu, hadir pula perwakilan dari bank penyalur seperti Muhadi Eko Putro selaku Kepala Cabang Bank BTN Syariah Banda Aceh dan Fadhil Ilyas, Direktur Bisnis Bank Pembangunan Daerah Aceh Syariah. Dari pihak pengembang, turut hadir Said Muhammad Iqbal dari PT. Hadrah Aceh Properti dan Muhammad Zulfitri dari PT. Bataka Jaya Properti.
Dalam sambutannya, Doddy Bursman menegaskan pentingnya forum diskusi ini untuk menghimpun masukan dari berbagai pemangku kepentingan. “Dengan pertemuan ini kita dapat sharing dan masukan dari pihak-pihak terkait sebagai catatan kami dalam rangka perbaikan ke depan,” ujarnya.
Doddy juga menyoroti percepatan penyaluran rumah subsidi yang meningkat signifikan pada triwulan I 2025 dengan kenaikan lebih dari 1000% secara year-on-year. Meski begitu, ia menekankan bahwa percepatan tersebut harus diimbangi dengan kualitas bangunan yang baik agar rumah yang disediakan benar-benar layak huni. “Karena ini adalah program untuk rumah pertama, maka harus tepat sasaran,” tegasnya.
Hasil monitoring dan evaluasi (monev) yang dilakukan pada empat lokasi perumahan subsidi di Banda Aceh menunjukkan bahwa kualitas bangunan relatif baik dan mayoritas masyarakat merasa puas dengan rumah yang mereka tempati.
Muhammad Nahdi dari DJKN Kemenkeu menjelaskan bahwa kegiatan monev dilakukan untuk melihat dampak nyata dari penyaluran dana BUN (Bendahara Umum Negara) terhadap masyarakat. “Monitoring ini bertujuan untuk mengetahui apakah program FLPP ini bermanfaat atau tidak bagi masyarakat dan mengetahui keluhan masyarakat jika ada,” jelasnya.
Sementara itu, Fajar Mulyadiharto selaku Kepala Seksi Investasi Pemda/BUMD II DJPB Kemenkeu mengingatkan pentingnya peran bank penyalur dalam menyosialisasikan syarat dan ketentuan program kepada calon penerima. “Agar bank penyalur mensosialisasikan kepada calon penerima program bantuan ini untuk mematuhi ketentuan dan syarat yang berlaku, seperti kewajiban menghuni dan tidak boleh dikontrakkan atau dijual,” tegas Fajar.
Dalam diskusi tersebut, Said Muhammad Iqbal, pengembang dari PT. Hadrah Aceh Properti, turut memberikan masukan penting terkait kebijakan batas maksimal penghasilan calon penerima bantuan rumah subsidi. Ia mengusulkan agar kebijakan tersebut disamakan dengan ketentuan di wilayah Jabodetabek. “Saya berharap batas maksimal penghasilan yang berlaku di Jabodetabek juga berlaku secara nasional, khususnya di Banda Aceh. Banyak PNS yang tidak bisa mengakses program ini karena penghasilan mereka lebih sedikit dari batas yang berlaku untuk di Provinsi Aceh,” ujar Iqbal.
Sejak tahun 2010 hingga 2025, program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) di Provinsi Aceh telah menyalurkan dana sebesar Rp 955,81 miliar untuk membiayai 9.408 unit rumah. Penyaluran tertinggi dilakukan oleh Bank BTN Syariah dengan 3.249 unit (Rp 352,34 miliar), disusul oleh BPD Aceh dengan 3.133 unit (Rp 326,27 miliar).
Kabupaten Aceh Besar menjadi lokasi dengan jumlah penyaluran terbanyak, yaitu 2.703 unit, disusul Kota Langsa (1.380 unit), Kabupaten Aceh Tamiang (1.094 unit), Kota Lhokseumawe (789 unit), dan Kota Banda Aceh (777 unit).
Doddy Bursman menambahkan bahwa Aceh merupakan wilayah yang representatif secara nasional namun menghadapi tantangan unik seperti keterbatasan akses, kondisi geografis, serta dinamika sosial budaya. Oleh karena itu, kegiatan monitoring dan diskusi seperti ini penting untuk menjamin efektivitas program FLPP di daerah yang jauh dari pusat pemerintahan.
“Melalui kunjungan ini, kami ingin memastikan bahwa masyarakat Aceh, khususnya MBR, benar-benar merasakan manfaat dari program rumah subsidi yang menjadi hak dasar setiap warga negara,” pungkasnya.


